Tuesday, December 27, 2011

Inilah Pendapat Pakar Humor tentang Juara Stand Up Comedy Kompas TV

Herman Hasyim, creative writer

hiburan.kompasiana.com

Lomba Stand Up Comedy (SUC) yang dihelat Kompas TV telah rampung. Di babak final, Ryan berhasil mengungguli Akbar. Jakarta menang atas Surabaya.
Darminto M Sudarno, salah satu pakar humor yang dimiliki negeri ini, tak melewatkan momen itu. Di Facebook, dini hari tadi, mantan pemimpin redaksi majalah Humor dan penulis banyak buku tentang humor itu membuat catatan khusus.
Mengutip WS Rendra, Mas Darminto berpendapat, sebaiknya tidak ada nomor satu atau nomor dua untuk karya seni.
“Risiko yang paling sulit dihindari kalau seni dilombakan adalah pasti ada pihak yang merasa terluka citarasa atau taste-nya. Sejarah lomba seni selalu mengulang “tragedi” itu. Luka-luka yang lain bisa juga mengenai  persepsi tentang estetika, nilai dan masalah subyektif lainnya,” ujarnya.
Mas Darminto lantas menyuguhkan plus-minus kedua finalis. Kelebihan Ryan, menurutnya, ia kuat dalam mengolah pertunjukan; flow/speed tergarap, sehingga lolos dari situasi yang stag; jeda di-manage dengan baik dan audience memberikan feed back yang optimal.
Kekurangan Ryan, di mata Mas Darminto, terletak pada tema. “Meski sanggup mengolah hal-hal kecil dan sehari-hari menjadi sesuatu yang menarik namun kurang memberi kontribusi intelektual dan bahasa yang sangat ABG, hanya dapat dipahami oleh publik (TV) yang sangat segmented,” tuturnya.
Sementara itu, kelebihan Akbar adalah perform menawan dan relatif mulus, karena jam terbangnya lumayan memadai; flow/speed meski terkadang ada stagnya, relatif dia bisa melarikan itu ke kilah yang reasonable; penonton (bukan orang bawaannya, artinya lebih fair) rata-rata memberikan respon dan interaksi yang cukup meriah, bahkan di akhir perform-nya di Grand Final, tepuk tangan yang diberikan padanya sangat panjang; dan materi atau content justru lebih kaya dan bervariasi, bahkan ketika menyitir masalah sosial politik, ia tampak lebih sanggup dan kuat dibanding Ryan.
“Salah satu goal pertunjukan Stand Up Comedy yang berhasil adalah mampu memberikan renungan intelektual, setelah penonton pulang,” ia menegaskan.
Sisi minus Akbar, berdasarkan pengamatan Mas Darminto, ialah sering keceplosan atau ikut hanyut menertawakan leluconnya sendiri. “Komedian profesional tahu posisinya sebagai pemain, bukan merangkap sebagai penonton. Artinya komedian yang menertawakan leluconnya sendiri tidak tahu artinya profesi,” tandasnya.
Setelah menimbang plus-minus itu, tanpa bermaksud mengecilkan kerja keras dewan juri dan pihak Kompas TV, Mas Darminto menyodorkan dua kemungkinan.
“Pertama, Akbar yang juara pertama. Karena selain wawasannya luas, lebih pas bagi publik TV yang notabene berpenonton heterogen. Dan kedua, baik Ryan maupun Akbar dinobatkan jadi Juara Pertama,” tuturnya.
***
Butet Kartaredjasa—anggota Dewan Juri SUC Kompas TV bersama Indro Warkop dan Astrid—rupanya sepakat dengan kemungkinan kedua yang disodorkan Darminto M Sudarno.
Jika dimungkinkan, sakjane (sebenarnya) aku lebih suka jika keduanya Juara I, Bung,” Butet berkomentar.
Danny de Humor, pengamat humor yang cukup senior, memperkukuh kemungkinan yang dibuat Mas Darminto.
“Tujuan stand up comedy adalah untuk mencari lawakan yg cerdas. Oleh karena itu, saya berpendapat, Ryan menang bagi para juri, Akbar menang di hati penonton yang egois terhadap materi yg cerdas yg proses kreatifnya tidak mudah!” tulisnya.
Pendapat lain disampaikan Bambang Haryanto, blogger dan penulis buku humor. “Saya ingin menambahkan tentang tiga tugas kaum komedian tunggal, yaitu berusaha membuat audien to laugh, to think and to change,” ungkapnya.
Sayang sekali, Iwel Wel—komedian yang kerap mondar-mandir di layar kaca—tak melontarkan opininya, walau ikut menyimak diskusi itu.
Saya, si anak kemarin sore yang kebetulan diajak nimbrung, hanya menambahkan dua hal—di luar materi lawakan.
Pertama, saya punya dugaan kuat, dewan juri sebenarnya tidak bulat dalam mengambil keputusan. Pengakuan Mas Butet adalah salah satu buktinya. Dengan demikian, muncullah apa yang disebut “dissenting opinion”. Katakanlah, misalnya, Mas Butet lebih condong ke Akbar dan Mas Indro ke Ryan. Dengan demikian, suara Astrid—si artis muda itu—jadi penentu.
Mendadak saya teringat komentar Astrid pada 3 Desember 2011, setelah Ryan tampil. Dengan lagak ABG yang sedang dirundung asmara, Astrid berkata, “Ryan, kalau Akbar tadi kan obat penurun panas. Kalau kamu tuh, tahu nggak apa? Kamu tuh…. Kamu tuh vitamin buatku, Ryan. Membuat hatiku berwarna, mataku berbinar-binar, hatiku berdansa. Kamu sempurna, Ryan.”
Kedua, perhelatan SUC Kompas TV ini untuk kesekian kali meneguhkan superioritas “lu-gue” ketimbang “aku-sampean”. Pihak Kompas TV tentu punya pertimbangan sendiri soal ini. Apa lagi kalau bukan pertimbangan pasar?
Kita tahu, Kompas TV sejauh ini hadir di Jabodetabek, Bandung, Semarang, Malang, Surabaya, Palembang, Pontianak, Makassar, Bali. Meski memasang tagline “Menginspirasi Indonesia”, setelah perhelatan SCU ini rampung, saya kuatir Kompas TV hanya akan memperpanjang daftar penyelanggara siaran TV yang Jakarta centris.
Salam humor!
Rawamangun, 18 Desember 2011

 

 

0 comments:

Post a Comment


Toko Lucu

Amazon.com ArtStore Camera & Photo Store Mp3 Store Office Products Store Kindle Store Sports & Outdoors Store Health & Personal Care Store Home & Garden Store Grocery Store Magazine Subscriptions Store Software Store Shoes Store Tools & Hardware Store Kitchen & Housewares Store Industrial & Scientific Store Jewelry Store Video On Demand Videos Store Gourmet Food Store Watches Store Beauty Store Computer Store Cell Phones & Service Store Electronic Store Automotive Store Apparel & Accessories Store DVD Store Miscellaneous Store Wireless Accessories Store KOKKANG Store

$value) { if (strpos($param, 'color_') === 0) { google_append_color($google_ad_url, $param); } else if (strpos($param, 'url') === 0) { $google_scheme = ($GLOBALS['google']['https'] == 'on') ? 'https://' : 'http://'; google_append_url($google_ad_url, $param, $google_scheme . $GLOBALS['google'][$param]); } else { google_append_globals($google_ad_url, $param); } } return $google_ad_url; } $google_ad_handle = @fopen(google_get_ad_url(), 'r'); if ($google_ad_handle) { while (!feof($google_ad_handle)) { echo fread($google_ad_handle, 8192); } fclose($google_ad_handle); } ?>