SATU

Ini bukan review tapi view.

DUA

Asyik kan sekali-kali lihat yang oke.

TIGA

Segar di mata nyaman di hati.

EMPAT

Mata lepas pikiran bebas.

LIMA

Akhirnya badan kembali fresh siap kerja lagi.

Sunday, November 27, 2011

Usulan Gagasan Event Humor 2012 -2015

Catatan:
Franciscus Xaverius Mulyadi menulis pesan sbb: Dhimas Darminto, mbok bikin rame humor spy pemerintah noleh...dulu sempat ada lembaga humor indonesia yg seingat saya cukup berwibawa (a.l. mas arwah setiawan), mestinya anda bisa (maksudnya tidak harus bikin LHI) tapi mendorong dunia humor ke posisi yg selayaknya, ke tempat yg sesuai (dan terhormat) salammmmm....

Menjawab sentilan Mas Efix Mulyadi, salah seorang wartawan senior Kompas yang kini dipercaya mengelola Bentara Budaya Jakarta, berikut kita lemparkan ke forum publik “Kumpulan Gagasan Event Humor” yang ada di database saya, barangkali ada di antara Anda yang tertarik dan tertantang merealisasikannya. Event ini tidak harus terkait dengan Pakarti. Tetapi bila sebagian di antaranya Pakarti ada yang tertarik merealisasikannya, juga syukur alhamdulillah. Intinya terbuka untuk umum. Syaratnya punya visi dan misi yang positif tentang peranan humor dalam kehidupan sehari-hari. Organisasi penyelenggaranya juga tidak harus Lembaga Humor Indonesia (LHI) yang setelah Bapak Arwah Setiawan meninggal juga ikut surut dari kancah percaturan humor di Indonesia. Apakah anda mau memberi nama “Bukan LHI” atau “Bukan Pakarti” itu sepenuhnya menjadi domain dan tanggung jawab anda sepanjang kerja nyatanya membuahkan hasil yang positif bagi pertumbuhan seni humor di Indonesia. 

1. Festival Humor Total Nasional

Abstraksi:
Sebuah festival/pameran yang menampilkan materi lucu, baik dari karya seni rupa (drawing: kartun/karikatur/ilustrasi, lukis, patung, instalasi, tata cahaya, foto, dst.dst), seni tulis (minifiksi, joke, anekdot,  cerpen, puisi, pantun, dst.dst), seni tampil (lawak tunggal atau stand up comedy, lawak grup, ketoprak, ludruk,  sulap, akrobat, tari humor, kolaborasi pentas musik dan menggambar/melukis, tutur humor atau joke telling, pantomim, musik humor, pentas wayang humor, dst.dst), seni talkshow (debat publik, debat kusir, talkshow,  seminar, penataran,  wawancara: orang mewawancarai binatang, dst.dst) hingga seni rekam elektronik (audio, film pendek, film panjang, iklan lucu, dst.dst). Semua materi lucu tersebut dapat dipajang baik di dalam maupun di luar ruang.
Usai pameran, materi  yang memungkinkan dikoleksi peminat dapat difasilitasi dalam forum lelang terbuka.
Event ini sebaiknya diselenggarakan setiap tahun sekali.

2. Nusantara International Cartoon Contest

Abstraksi:
Indonesia menjadi penyelenggara Lomba Kartun Internasional dengan tema-tema sederhana seperti: tanah, air, ibu, nasionalisme, patriotisme, laut, hutan, dst. dst. Untuk mengefektifkan komunikasi, karya dapat dikirim dalam bentuk Jpeg resolusi  200-300 dpi. Kejuaraan berjenjang; seperti juara paling bergengsi, misalnya: Piala Ibu Pertiwi; berikutnya:  Piala Garuda, Piala NKRI dst dst....hadiah2: supaya kompetisi langsung menyengat perhatian dan partisipasi kartunis seluruh dunia, juara utama 100 juta rupiah, berikutnya 50, 25, dst dst.
Hasil lomba dipamerkan. Usai pameran, materi  yang memungkinkan dikoleksi peminat dapat difasilitasi dalam forum lelang terbuka.
Event ini sebaiknya diselenggarakan setiap tahun sekali.

    Lomba Lukis Humor Nasional
    Lomba Foto Lucu Nasional
    Lomba Patung Humor Nasional
    Lomba Lawak Nasional
    Pameran Seni Rupa dan Rupa-rupa Seni (ide: GM Sudarta)
    Diskusi Kiprah Karikatur di Jejaring Sosial (dicetuskan: Dr. Wagiyono  Sunarto, Rektor IKJ)
    Dan seterusnya, dan seterusnya

Bagi anda yang serius ingin merealisasi ide-ide di atas, sebagian atau seluruhnya, akan sangat kami hargai bila anda mau membuat pernyataan di forum ini secara terbuka sehingga kami insan penggemar humor dapat menjadi saksi dan dapat memberikan dukungan.
Namun bila tema-tema di atas layak dijadikan sebagai bahan diskusi bersama, juga tetap kami hargai. Bila anda diam-diam mengambil dan mengklaim ide-ide di atas secara tidak kesatria, maka kami juga akan diam-diam “menyantet” anda lewast dunia maya, ha ha haaaa!!!

Salam tabik,

Darminto M Sudarmo
Provokator Seni Humor

Lengkap dengan diskusinya dapat dilihat di link ini.....

List on BO Listing

Tanggal 30 Desember Hari Humor Nasional

Gelembung gagasan agar Tanggal 30 Desember diperingati sebagai Hari Humor Nasional! ditiupkan oleh seorang penyulam dan penelisik humor kita yang amat langka; yaitu, Bambang Haryanto dari Wonogiri, Jawa Tengah. Landasan argumennya tidak hanya karena pada tanggal itu tercatat sebagai tanggal meninggalnya humoris besar KH Abdurrahman Wahid atau yang lebih akrab disapa Gus Dur dan "pergi'-nya pelawak Dono (Wahyu Sardono) salah seorang personel Warkop DKI, tetapi juga ada alasan lain yang lebih strategis dari kaca mata waktu (kala mangsa/timing) dan momentum. Dari aspek waktu, tanggal 30 Desember adalah saat "muntub-muntub"-nya pergantian tahun; pada saat seperti ini, secara momentum kita sedang berada di pelepasan segala macam urusan rutin manusia pekerja (workaholic -- gak duwe wudel) dan bagian dari agen kapitalisme sebagai binatang ekonomi. Dan dari aspek momentum, kan sudah disebutkan di kalimat sebelum ini, suasana yang sangat kondusif lahir batin itu (iya kalau cukup sandang-pangan), merupakan saat yang sangat tepat untuk mengevaluasi seluruh perjalanan, perilaku, perbuatan, pernyataan dan seterusnya. Apakah kita sudah lucu, sudah baik, sudah mempersembahkan karya buat hidup dan kehidupan ini atau kita hanya numpang lewat, numpang tinggal, numpang nampang dan numpang hidup di kehidupan orang lain?

Pertanyaan-pertanyaan itu akan menjadi menarik manakala energi humor dipakai untuk menjadi satu-satunya pisau analisa (tanpa menafikan peran psikologi, seni, dan budaya) guna mendekati berbagai persoalan yang ada dan terjadi di negeri ini. Salah satu keterusterangan humor, memang dapat mengagetkan siapa saja, karena ia akan menelanjangi kemunikafikan dan artifisialime tanpa tedeng aling-aling. Tanpa padang bulu; baik bulu ketiak maupun bulu-bulu yang lain. Saya lebih suka mgninggriskannya secara awur-awuran bahwa Humor is opening everything hiding. Semakin disembunyikan sesuatu yang menarik perhatian, maka upaya penelanjangan itu akan semangkin efektif. Salah satu contoh yang paling frontal (kadang radikal) ada pada tokoh BAGONG. Ya si bungsu dari Punakawan, Semar Gareng dan Petruk ini, dikenal sebagai sosok yang egaliter, ceplas-ceplos bebas feodalisme, bebas monarkis; kecuali Yogya, tentu saja.

Sumbangsih humor paling besar dalam evaluasi model ini salah satunya kita mendapatkan pencerahan dengan rela hati, karena tidak ada yang memaksa, mengancam dan memolitisasi. Jadi pyurrrr atas keinginan dan kerelaan hati sendiri. Syukur-syukur setelah melihat peta ke-katrokan, kesialan, ke-sodrunan, ke-belegukan kita, kita bisa ketawa. Ternyata yang tolol bukan hanya kita, ternyata banyak juga teman lain mengalami hal yang sama, jadi bukan hanya korupsi yang berjamaah, tolol berjamaah juga ada. Maka legalah hati kita. Dalam psikologi disebutnya, proses transformasi individu terjadi manakala si individu dapat menemukan kekurangan-kekurangan diri di masa sebelumnya dan dari sana ia memulai langkah-langkah yang baru, strategi-strategi yang baru. Khususnya lagi agar setelah tahun baru kita berangkat dengan visi dan orientasi yang lebih bermutu.

Jadi, Hari Humor Nasional itu murni dan free dari iuran. Anda dapat merayakannya meski hanya dengan sekaleng krupuk dan sambal kecap. Tidak ada kewajiban upacara, apalagi demo di lapangan, di jalan-jalan. Humor benci kekerasan. Jangankan kekerasan, penghakiman, pembunuhan karakter juga dijauhi habis-habisan, amit-amit jabang bayiikkk. Tapi ngritik, nyindir, harus! Humor tidak selalu harus teriak dan meronta-ronta, tidak, kadang ia berbisik, tidak berisik, sangat halus; kadang ia bergitu senyapnya sesenyap orang berdoa. Tetapi energi humor sungguh menyelinap, ia mengajak orang tobat atau memperbaiki dosa sambil tertawa ria. Tidak perlu otot-ototan, gontok-gontokan; kurang enak apa, coba?
  • Darminto M Sudarmo
Orang ketiga yang setuju 30 Desember sebagai Hari Humor Nasional setelah Jaya Suprana dan Tri Agus SS

Ingin Menyimak Diskusi Lebih Lengkap di Link ini

Institut Seni Lawak Indonesia

Membebaskan diri dari mitos mungkin tidak gampang, tapi kita dapat melihat seperti apa kecenderungan "Produk Lelucon" baik yang on maupun off air saat ini. Benarkah Sule, Azis, Olga, Okky, Ruben, Andre, Parto, dan Nunung itu dibutuhkan zamannya atau justru kebalikannya? Artikel di bawah ini memberi bandingan situasi jadul dan kondisi yang terjadi saat ini - penulis.

SUKA tidak suka, menurut data, ternyata dari Pulau Jawa-lah banyak pelawak Indonesia dilahirkan. Data ini setidaknya yang bisa dicatat sampai dengan tahun 2003; terutama, saat artikel ini ditulis. Bila kita tarik garis dari  Jawa Timur hingga ke Provinsi Banten, tercatat nama-nama pelawak andal (baik yang sudah meninggal maupun yang masih hidup) seperti: Jalal, Herry Koko, Kwartet S (Bambang, Jati Koesumo dan lain-lain), Kardjo AC-DC, “Esther” (Suprapto), Paul, Triman, Asmuni, Tarzan, Tessy, Topan, Leysus, Eko DJ, Polo, Sumiati, sebagian besar grup Srimulat, Prio Aljabar, Ribut dan lain-lainnya.

Kemudian disambung nama-nama seperti: Basiyo, Djunaedi, Ranto Gudel, Pak Guno, Warkop DKI (Dono, Kasino, Indro bahkan Nanu Mulyono), Kris Biantoro, Drs. Poernomo (Mang Udel), Gepeng, Bagio Cs (Bagio, Darto Helm, Diran dan Sol Saleh), Ratmi B29, Eddy Soed, Iskak, Atmonadi, Johny Gudel, Timbul, Kadir, Mamiek Prakosa, Basuki, Djujuk Srimulat, Nunung, Pak Bendot, Gogon, Doyok, Niniek Carlina, Niniek Chandra, Rohana, Nurbuat,  Yati Pesek, Marwoto, Tukul dan banyak lagi yang lainnya.

Masih disambung pula nama-nama seperti: Kang Ibing, grup Reog BKAK (Mang Dudung, Mang Diman dll.), Aom Kusman, Suryana Fatah, Us us (D’Bodors Group), P Project, Bagito (Miing, Didin dan kini tidak bergabung lagi: Unang), Ulfa Dwiyanti, dan masih disambung nama-nama seperti: Bing Slamet (Trio Los Gilos), Ateng, Benyamin S, Bokir, Anen, Empat Sekawan (Qomar, Derry, Ginanjar dan Eman), Mandra, Pak Tile, Malih, Bolot, Omas, grup Lenong Rumpi (pimpinan Harry de Fretes), grup Patrio (Parto, Akri, menyatakan keluar, dan Eko), Komeng, grup Cagur (Narji, Denny dan Bedu, yang terakhir keluar dari grup dan diganti Wendy), dan banyak lagi yang tak dapat disebut satu persatu.

Ada memang nama-nama seperti: George Sapulete, Darusamin, Ade Bimbi dan Otong Lenon yang berasal dari luar Pulau Jawa. Tetapi mengapa perbandingannya sangat tidak seimbang? Ada indikasi apa di balik fakta ini? Andil kultur atau subkultur semacam apa yang membuat penghuni Pulau Jawa relatih lebih mudah menjadi pelawak? Tentu diperlukan penelitian yang serius untuk dapat menjawab pertanyaan ini secara bertanggung jawab.
            Lepas dari kondusif atau tidak kondusifnya suatu etnik, kultur, bahkan wilayah, pada fitrahnya, peluang untuk kelahiran pelawak bisa dari etnik, kultur atau wilayah mana saja. Saya pribadi tidak percaya pada mitos seperti di atas. Ada peribahasa mengatakan, “Lancar kaji karena diulang, lancar jalan karena ditempuh”. Bila sebuah komunitas, kelompok maupun perseorangan mau dan bertekad mendisiplinkan diri seperti kata peribahasa itu, niscaya akan mencapai lancar jalan pada saat menempuhnya. Bila kita cermati nama-nama pelawak yang kita sebutkan di atas, maka akan terpeta di benak kita, bahwa pada awalnya mereka semuanya melewati fase “belajar” atau mengaji; terutama lewat “melebur” ke dalam kelompok produksi film, teater, sandiwara keliling, ketoprak, wayang orang, lenong, maupun kesenian rakyat lainnya. Kita semua tahu, semua itu adalah komunitas yang di dalamnya berlangsung proses belajar mengajar. Lewat fase melihat, mencoba, melakukan kesalahan, mendapatkan teguran, bahkan kritik tajam hingga mencoba lagi dan lagi sampai akhirnya berani dan percaya diri. Tidak ada keterampilan yang mendadak jatuh dari langit. Begitu pun keterampilan melawak.

Pertanyaan saya kemudian, bukankah proses belajar mengajar di bidang seni lawak itu dapat diproyeksikan lewat lembaga atau paguyuban atau apa pun namanya selama di dalamnya berlangsung proses pembelajaran seni lawak. Dari teori sampai praktek. Bukankah secara faktual, seni lawak pada saat ini dan kelak, terutama di zaman berjayanya program entertainment, akan menjadi pilihan “profesi” yang sangat dibutuhkan. Kalau kita merujuk pemikiran dan strategi pendidikan berpola pragmatis, maka jurusan seni lawak adalah salah satu jurusan yang punya kans survive dan selling point tinggi. Tetapi pendidikan seni lawak, yang dimaksudkan di sini, tentu tidak bertolak dari pemikiran-pemikiran jangka pendek semacam itu. Salah satu tujuannya adalah mengubah mitos, bahwa seni lawak yang semula diyakini tergantung bakat dan anugerah alam, ternyata memiliki anatomi yang dapat dibedah menjadi sebuah sistem atau metodologi; dengan kata lain, dapat dipelajari lewat suatu institusi pendidikan.

Maka, inilah impian saya tentang pendidikan seni lawak, yang dalam wacana ini, sementara saya sebut saja: Institut Seni Lawak Indonesia. Sebuah institusi pendidikan yang cukup tipikal dan setingkat universitas. Tentu saja pesertanya adalah lulusan SMU/SLTA (Sekolah Menengah Umum/Sekolah Lanjutan Tingkat Atas). Pria atau wanita, tak ada bedanya. Mengingat tujuan utama dari pendidikan ini adalah mencetak para profesional di bidang seni lawak, maka mata kuliah yang bersifat “kembangan” atau pelengkap, tidak perlu diberikan baik pada smester pertama maupun smester selanjutnya. Mata kuliah yang diberikan bersifat menjurus ke kompetensi, relevansi dan proporsionalisasi. Strategi pengajaran: 30% teori/wawasan, 30% studi kasus dan 40% praktik. Pada akhirnya para lulusan atau out put didik dapat menentukan pilihan untuk menjadi: pelawak (comedian), penulis lelucon untuk lawak (comedy/sitcom writer) atau pengatur laku (sejenis comedy director).

Dalam kiprahnya di masyarakat, seorang pelawak/sebuah grup lawak tidak menangani sendiri urusan-urusan seperti: peningkatan kapasitas (ia memerlukan kerja sama dengan penulis naskah dan pengatur laku) dan untuk keperluan show baik on air maupun off air (ia memerlukan kerja sama dengan manajer yang akan menangani: administrasi kantor, order, negosiasi tarif, pembukuan keuangan dan public relations). Pengalaman membuktikan cukup banyak dari grup lawak kita yang merangkap-rangkap fungsi itu; sehingga sebagai kelompok mudah terancam masalah, karena tumbuhnya perasaan tidak adil di antara anggotanya. Tak heran bila muncul kasus pelawak atau grup lawak yang justru lari dari penggemarnya; bukannya penggemar yang lari dari pelawaknya. Itu terjadi lantaran para pelawak, apalagi yang tergabung dalam sebuah grup ada persoalan interen yang kemudian berbuntut tidak kompaknya grup itu dan akhirnya mereka bubar. Meninggalkan para penggemarnya.

Namun demikian, perlu juga dicermati, cara pandang, bahwa pelawak atau grup lawak harus membentuk suatu organisasi yang berforma administratif (bukan forma paguyuban); dengan asumsi, seolah-olah itu merupakan satu-satunya jaminan yang membuat  suksesnya grup tersebut di masyarakat. Ini tidak mutlak. Paling tidak, pada tahap-tahap awal pelawak merintis karier, forma paguyuban masih dapat ditoleransi. Namun, bila kelompok itu mulai tumbuh besar, maka forma administratif termasuk salah satu alternatif terbaik agar grup itu tidak terancam hal-hal yang bersumber dari interest pribadi. Sperti halnya sebuah perusahaan yang semula bergaya warungan, namun setelah ia tumbuh besar dan makin kompleks, maka tuntutan untuk membentuk forma administratif tak dapat dielakkan lagi.
Kembali ke institusi lawak; seperti apa seharusnya kurikulum/silabus/mata kuliah yang diberikan baik secara teori, studi kasus maupun praktek di sekolah lawak itu? Rujukan umum untuk ini dapat saja dipakai, misalnya di Indonesia sudah terdapat beberapa institut seni, seperti ISI (Institut Seni Indonesia), ISTI (Institut Seni Tari Indonesia) maupun IKJ (Institut Kesenian Jakarta). Sebagus-bagusnya rujukan, tetap saja namanya rujukan. Institusi lawak memang perlu belajar cara mengelola dan mengembangkan system manajemen pendidikannya, namun bila dalam prakteknya terdapat kasus-kasus yang sangat tipikal terdapat pada seni lawak, tentu tak ada obat apapun yang bisa menyembuhkan kecuali digali dari potensi institusi lawak itu sendiri.

Iya. Namanya saja lawak. Tentu tak dapat dipisahkan dari lelucon. Pasti banyak hal tak terduga bisa muncul di sana. Lelucon pada intinya memang diharapkan dapat menimbulkan efek fisik yang bernama: tawa. Apa pentingnya dengan tawa itu? Dr. William F. Fry, yang meneliti efek ketawa selama 40 tahun mengatakan, ketawa merangsang produksi hormon catecholamines; hormon yang membuat fisik dan mental tetap terjaga. Ketawa 20 detik, kendati itu hanya pura-pura, dapat meningkatkan detak jantung dua kali dari keadaan normal selama 3 sampai 5 menit. Hampir sama dengan 3 menit latihan olahraga mendayung!

***

KALAU seorang pelawak kehilangan dompet atau HP, mungkin mudah dia melupakan. Tetapi bila seorang pelawak gagal membuat ketawa penontonnya, maka tiga hari tiga malam ia tak bisa tidur dan menderita stress. Ini benar dan tidak main-main; ibarat pertunjukan lawak itu sebuah pertempuran, maka pelawak sadar perlunya mempersiapkan diri dengan berbagai  senjata. Dari bom, meriam, senapan, pistol, belati, sampai jarum (perumpamaan untuk bobot kelucuan). Menurut penelitian, grafik yang ideal untuk lawak adalah lewat tarikan grafik/garis dari atas, ke bawah lalu ke atas lagi hingga tampak seakan  tampilan huruh “V”, yaitu: pertama, lempar bom, kemudian disusul: meriam, senapan, pistol, belati sampai jarum, di titik terbawah. Kemudian meninggi: dari jarum, belati, pistol, senapan, meriam dan diakhiri lemparan bom lagi, sebagai surprise ending. Ini idealnya dalam satu sesi pertunjukan atau episode tampilan (bila di layar kaca). Senjata-senjata itu menggambarkan kapasitas lelucon yang dapat dipersepsi penikmat/penonton.

Pertanyaannya, bagaimana cara menghasilkan lelucon berkadar ledak berbeda-beda itu? Rahasia ini ada di tangan kreativitas para kreator. Apakah kreator leluconnya itu sang pelawak sendiri atau tim penulis naskahnya? Tidak menjadi masalah. Edward de Bono memberi gambaran sederhana mengenai latar belakang proses penciptaan lelucon. Ia mengatakan, lelucon atau humor memberikan jalan keluar dari kekakuan sistem ya/tidak. Dalam gurauan tidak lagi dinilai sebagai benar atau salah dalam sistem ya/tidak, karena lelucon berada di luar dari sistem itu. Lelucon atau humor memiliki aturannya sendiri. Dalam humor kita boleh mengatakan hal-hal yang jelas salah atau tidak mungkin. Misalnya (contoh lelucon ini diambil dari lelucon yang banyak beredar di masyarakat kita - DMS): Saat itu tengah malam, tampak dua pemabuk keluar dari bar. Pemabuk pertama, mendongak ke atas dan ia mengatakan melihat matahari. Pemabuk kedua, membantah yang di atas itu bukan matahari tapi bulan. Keduanya berdebat dan merasa pendapatnya paling benar. Tak lama kemudian, mereka bertemu seorang laki-laki dan bertanya, benda bulat yang bercahaya di atas langit itu bulan atau matahari. Laki-laki yang ditanya menjawab, “Nggak tahu, ya. Saya orang baru, sih.”

Dalam kasus cerita ini, kita dapat melihat, betapa tak masuk akalnya alasan orang yang ditanya kedua pemabuk itu; namun demikian, justru pada bagian ini, titik ledak lelucon itu muncul; sebuah penyimpangan logika yang “mengacau” persepsi penikmat/penonton.

Bagian terberat dari bidang studi sekolah lawak itu (bila terwujud) adalah bidang yang menyangkut kreativitas. Seperti halnya bidang seni lukis (murni, misalnya) semua mahasiswa secara teoritis dan praktis mendapatkan in put dan kesempatan yang sama; tetapi mengapa setelah mereka lulus, ada yang sukses dan tidak sukses sebagai seniman? Demikian pula lawak, kemampuan teoritis dan praktis mereka setelah lulus nantinya pun, masih sebatas keterampilan dasar dan teknis belaka. Justru pada kreativitas dan visi masing-masing individu yang akan menentukan arah dan perjalanan karier mereka.

Sukses untuk pelawak itu apa saja indikatornya? Kendati pengertian ini seringkali menjadi sangat polemis antara frame kesenian dan  frame bisnis, namun para kritikus seringkali lebih melihat pada seberapa besar para pelawak itu mampu memberikan kontribusi pada: gagasan, genre,  dan kebaruan-kebaruan “pemikiran” atau temuan yang dapat mempengaruhi  perubahan bagi kehidupan temporer atau di masa mendatang.
  • Darminto M Sudarmo

OurFunnyPlanet - entertaining and humor blog is available now by Eva Avram


OurFunnyPlanet.com presents different interesting and humor articles and pictures from every corner of the planet Earth to give every visitor good mood every day.
OurFunnyPlanet.com started publishing the articles with diverse pictures and interesting information about nature, animals, people and places from all over the world.
OurFunnyPlanet.com is a web site that contains all sort of amusing facts, inspirational quotes, stunning pictures, entertainment articles arranged in ? wide variety of categories. The “Places of the World” category provides every visitor with photos and information about animals, plants, scenery, space images, conservation, travel and people from certain countries or regions.
In the “Quotations” category you will find lots of articles with proverbs, sayings, quips, phrases, and quotations of famous people or those ones taken from the literature creations. They fit the various occasions and, moreover, they are illustrated with photos and gathered by seasons, social aspects, philosophical terms and many other subjects. Some people adore quotations to sheer emotion they convey; others read quotations because they like the thoughts of a particular person.
The “Photography” category presents photos and pictures of funny and marvelous animals, home pets, exotic flowers, extraordinary trees, unusual fruits and vegetables that will make you smile and laugh.
There are lots of articles, galleries, news and reviews on the stars and celebrities, latest gossips, TV show reviews, upcoming movie releases, opening nights in theaters, as well as movies on DVD, music and books. All this and more you can find in the “Entertainment” category.
Find out about historical roots, origins, customs and traditions of most well-known and unknown holidays celebrated in different countries in the world in “Holidays and Celebrations” category. All articles illustrated with pictures and traditional songs.
Whatever be your motivation, visit http://ourfunnyplanet.com or follow OurFunnyPlanet.com on twitter http://twitter.com/ourfunnyplanet.

Kokkang Kampung Kartunis

Di Cibaduyut, Bandung, Jawa Barat orang sekawasan kerjaannya bikin sepatu semua. Di Jepara, bikin mebel semua. Di Bali, bikin patung dan lukisan semua. Di manakah terdapat kampung yang sebagian besar anak mudanya bikin kartun semua? Tentu saja di Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Mereka tergabung dalam grup yang menamakan diri KOKKANG (Kelompok Kartunis Kaliwungu). Di tempat ini sebenarnya lebih dikenal sebagai Kota Santri, karena di dalamnya terdapat banyak sekali pondok pesantren, tetapi sejak tahun 1985-an Kaliwungu juga dikenal sebagai Kota Kartunis; kota yang paling unik di Indonesia; mungkin juga di tingkat ASEAN; ada tempat yang penduduknya rajin mengartun, hampir mirip dengan Kaliwungu, tetapi itu di Jepang....Selengkapnya!

Tuesday, November 8, 2011

Karikatur Menggonggong Bedebah Tetap Berlalu!




 
Kalau awak tak pandai menari, jangan salahkan lantai bergoyang
Pepatah Melayu



Catatan:
Artikel ini ditulis menggunakan pendekatan dan metode: Ewes-ewesologi. Kalau Jaya Suprana pakai Kelirumologi dan Arswendo pakai Guyonologi, maka Ewes-ewesologi lebih mewakili karakter situasi saat ini yang serba instan, gampangan, banal dan menjadikan para ewesian-nya cepat terkenal.

Alkisah sejak seorang karikaturis (political cartoonist) lahir jebrol di muka bumi; yaitu saat momentum turunnya wahyu kekarikaturan tiba, di pundaknya telah bertengger “tugas aneh” yang tak dapat ditawar-tawar lagi, yakni sebagai Penabuh Genta early warning bagi penguasa. Ia wajib membunyikan genta itu bila gejala penyimpangan di elit penguasa mulai tampak tanda-tandanya.  Dalam konteks inilah esensi dari peran karikatur sebagai media komunikasi politik berfungsi.
Ada yang bertanya, mengapa bukan anggota dewan – yang pertama-tama mendapat tugas itu dan notabene digaji besar oleh rakyat untuk melakukan fungsi-fungsi semacam itu? Mengapa bukan penegak hukum – polisi, jaksa, hakim, yang juga diberi mandat dan digaji oleh rakyat (bukan Pemerintah) untuk mengefektifkan tugas-tugas itu? Pertanyaannya balik lagi menjadi pertanyaan baru, “Ya, mengapa bukan mereka?”
Untunglah, para karikaturis masih memiliki sahabat senasib, baik dari kalangan agamawan– yang dijanjikan mendapat advantage pahala kesurgaan bila melaksanakan amanah amar ma’ruf nahi munkar, kaum cerdik pandai yang benar-benar cerdik dan pandai menjaga harga sehingga tak pernah bisa terbeli, maupun LSM baik dan benar, tidak berplat merah atau berplat kuning.
Lalu bagaimana caranya menabuh genta itu?
Ya langsung corat-coret bikin gambar karikatur, maka urusan selesai. Segampang itukah? Caranya ternyata tidak semudah yang orang kira. Menggambar karikatur itu butuh persiapan cukup rumit. Ada ilmiahnya sedikit-sedikit, karena si karikaturis harus melakukan riset bahan segala (ini bisa makan waktu cukup serius, tetapi yang lebih serius lagi adalah si kartunis harus serius dan benar-benar bisa makan nasi bila dirasa perutnya mulai lapar supaya kegiatan menggambarnya juga lancar).
Nah, setelah merenung-renung beberapa jenak, diselingi berpikir-pikir (beda lho dengan banyak pikiran) lalu ditemukanlah semacam formulasi ide. Ide ini biasanya otomatis memuara ke visual (gambar) dan isi (pesan yang ingin disampaikan). Lha pesan ini juga tidak lurus-lurus saja atau langsung ke sasaran lalu persoalan beres. Tidak sesederhana itu.
Pesan itu baru canggih jika punya anak sungai persepsi; ahli linguistik bilang: derivasi! Satu cabang ke persepsi kritik atau sindiran; cabang lainnya ke persepsi canda atau guyon. Keduanya dilumat secara halus terintegrasi dan seakan-akan memang seharusnya seperti itu, enak dikunyah, wajar dan mengalir. Nah, bila persoalan “software” itu sudah beres, barulah si karikaturis mulai menggambar. Kebanyakan karikaturis mengaku urusan gambar-menggambar itu soal kecil, hanya teknis; tetapi membangun ide atau software itulah tahapan kerja keras mereka yang tidak mudah dan menyerap banyak energi.
Begitulah kira-kira penjelasan sederhananya mengenai proses kreatif mereka. Kalau di talk-show TV, yang biasanya hiperbolik atau lebay, jelas bisa dituturkan lebih runtut, komplet dan yang pasti: lebih dramatis!
Anda boleh sependapat, boleh juga tidak, menurut saya, karikaturis itu orang-orang aneh yang khusus diutus langsung dari Langit. Manusia pilihan yang kadang dalam waktu bersamaan mendapatkan kesedihan sekaligus kegembiraan. Sedih karena tidak dapat tidur nyenyak saat benaknya digedor-gedor oleh radarnya sendiri yang menangkap sinyal-sinyal ketidakberesan; tapi dalam kesedihan dan kegelisahannya itu dia juga gembira karena mendapatkan stimulasi yang dapat diolah menjadi karya dan itu adalah daya hidup, life force,  atau katakanlah semacam jalan eksistensi menuju aktualisasi diri (ingat filosofi orang-orang “kenthir” ini: saya menyindir,  maka saya hadir!).
Bukti lain bahwa karikaturis itu manusia pilihan adalah dalam saat bersamaanTuhan membekali dirinya tiga “kesaktian” sekaligus; pertama, kemampuan di bidang: jurnalisme; kedua, seni menggambar bercorak karikatural dan ketiga, seni mengritik yang berlumur canda atau lelucon. Tidak sembarang lelucon, melainkan lelucon yang disiapkan untuk dikonsumsi orang-orang pinter, kelas menengah ke tengah hingga ke atasnya lagi, kaum intelektual, cerdik pandai dan seterusnya. Jadi karikaturis pada segmen ini, tak bakal menghancurkan reputasinya sendiri dengan mengobral lelucon-lelucon versi kejar tayang ala sinetron TV. Mungkin ada kartunis atau karikaturis yang memilih jalan lain; it’s OK, itu hak mereka; tapi yang ini memang pilihan jenis kartunis atau karikaturis yang tergolong baik.
Anehnya lagi, mudah-mudahan ini bukan ge-er-nya mereka, tugas karikaturis ternyata juga harus rajin membunyikan lonceng kontemplasi ketika pendangkalan nilai terjadi di mana-mana. Tak peduli apakah kartunis itu seorang single fighter atau berbentuk gerombolan.  Tak peduli apakah dia tinggal di gunung atau di kampung kumuh perkotaan. Visi dan misi utamanya adalah memahami dinamika hati nurani rakyat. Apalagi rakyat yang sedang terpinggirkan hak-haknya, rakyat yang sedang bingung melihat campuraduknya nilai, bahkan rakyat yang selalu jadi korban akibat “kedunguan” para bedebah yang kebetulan bertengger sebagai pengambil keputusan.
Pada akhirnya karikaturis yang baik akan melahirkan karya karikatur yang baik pula. Karikatur yang baik itu yang bagaimana? Karikatur yang baik, selain dapat menggelitik inspirasi juga mampu merangsang perasaan intelektual penikmatinya.
Dan bila dicermati lebih mendalam, apa yang terkandung di dalam karya karikatur  itu sesungguhnya paralel dengan spirit jurnalisme pada umumnya: baik menyangkut keberpihakannya pada kaum lemah maupun kenakalannya dalam menginderai setiap ketidakberesan yang terjadi di pusat-pusat kekuasaan.
Peran karikatur sebagai media komunikasi politik
Ungkapan yang sangat tua dan klise mengatakan, “Bila politik kotor, maka puisi yang akan membersihkannya”. Ungkapan ini dapat saja dipas-paskan ke “Bila politik itu bengkok, maka karikatur yang akan meluruskannya”.

Kalau sebuah lukisan di kanvas menggambarkan ada sedikit guncangan air di dalam gelas, maka di karya karikatur gambar yang sama mungkin tetap terlihat, hanya saja diberi tambahan seorang politisi dengan ekspresi yang khas sambil berteriak, “Awas! Ada badai!”
Kasus Watergate di Amerika yang heboh dan berujung ke Presiden Nixon, menjadi semakin heboh ketika salah satu media memuat karikatur suasana persidangan dengan Nixon sebagai terdakwa. Tetapi pembaca menjadi semakin kaget dan ketawa tergelak-gelak saat menyadari bahwa gambar Jaksa Penuntut, Hakim, Para Juri, Pembela, Saksi, Petugas keamanan dan Pengunjung persidangan, semua berwajah Nixon.
Karikatur dalam bentuk dagelan peradilan model begitu, di Indonesia juga pernah ada; meski hanya selintas – dan agak malu-malu, pernah dibuat untuk merespon Kasus 27 Juli saat diangkat ke persidangan: semua yang muncul di persidangan dari terdakwa hingga unsur-unsur lainnya tampil dalam performance full badut.
Pertanyaan usilnya: bagaimana kalau kasus Bank Century juga dibawa ke pengadilan, apa yang akan terjadi? Bagaimana kalau Nazaruddin juga bersaksi di persidangan dan membuka kotak maut yang menyimpan kemelut orang-orang penting Partai Demokrat, dagelan apa lagi yang bisa jadi makanan empuk para karikaturis dan insan pers pada umumnya?
Apa peran kariktur pada perpolitikan nasional?
Karikatur dengan muatan kritik dari yang sarkastis hingga yang halus berbisik-bisik, khususnya di zaman kini, bertebaran bukan saja di media cetak, namun juga di media jejaring sosial. Umpama kata, tiap hari ratusan karikatur itu berteriak-teriak, menggigit dan menggonggong-gonggong. Tapi seperti kata peribahasa, apalah daya: Biarpun karikatur menggonggong, bedebah tetap berlalu!

Nama-nama kartunis nasional berdedikasi seperti: Pramono, GM Sudarta, Dwi Koendoro, Priyanto Sunarto, T. Sutanto, Jitet Koestana, Koesnan Hoesie, Joko Susilo, Joko Luwarso, Wahyu Kokkang, Martono Loekito, Toni Malakian, Non-O S. Purwono, Gessi Goran, Gatot-e, Jango, Thomdean, Rahmat Riyadi, Susthanto, Ifoed, Gatot Emje, Tyud, Qomar Sosa, Gom Tobing, Andy Santajaya, Pie’i, Putu Ebo, Fonda Lapot, dan banyak lagi lainnya tak bosan-bosannya “merangkak dan menggonggong-gonggong” lewat medianya, apakah kita melihat adanya dampak atau perubahan signifikan pada sistem dan perlikau di elit kekuasaan?
Tak sulit menjawab pertanyaan itu bukan? Kalau ada mana mungkin pembangunan gedung DPR yang kontroversial itu tetap saja dilanjutkan meski ada reduksi biaya? Kalau ada mana mungkin kita beli pesawat kepresidenan ketika pemerintah tidak mampu memberi pekerjaan para TKI di dalam negeri? Paradoks tinggal paradoks, janji tinggal janji, yang penting kan...gue hepi!
Jadi mubazirkah kerja para karikaturis itu? Sia-sia belakakah upaya mereka?
Satu hal yang mungkin kita lupa adalah tipikal media cetak yang sangat khas dan belum tergantikan, yaitu fungsi dokumentatif-nya yang sangat menonjol. Karikatur-karikatur yang telah tercetak akan abadi dan mudah diakses bila dirawat. Ini yang membedakan dengan media elektronik, TV misalnya, yang umumnya hadir secara sumir dan sekejap, lalu lenyap. Karikatur yang tercetak di koran atau surat kabar relatif memiliki peluang durasi komunikasi dengan pembacanya lebih lama dan intens. Sehingga karikatur juga memiliki peluang “menancap” dalam benak pembaca lebih signifikan.
Menkghawatirkan keberadaan karikatur yang kurang digubris para elit penguasa, boleh-boleh saja dan itu dapat menjadi catatan tersendiri bagi para karikaturis dan pengelola media di mana karikatur itu dimuat, namun  karikatur yang baik dan bernilai, tak akan pernah sia-sia hadir di dunia.
Begitu dia dicetak, maka dunia mencatat, bahwa setiap karya cetak bakal menemukan takdirnya sendiri. Setidaknya dia akan menemukan pembacanya. Setiap pembaca akan menemukan apa yang diinginkannya. Sesudahnya, “wabah” inspirasi, daya kritis, rasa humor, pencerahan batin, dan lain-lain akan bergerak secara ajaib laksana zat radio aktif ke kesadaran setiap pembaca. Inilah mukjizat dari komunikasi media yang orang sering menyebutnya sebagai: POWER!
Terakhir, sebagai wujud kecintaan yang besar sebagai warga negara kepada bangsa dan negara (ha ha bombas banget, ya?), saya ingin sedikit menyelipkan satu catatan lagi:
Rekomendasi untuk Pak Beye:
Pertama, banyak-banyaklah baca cerita humor, joke, anekdot, oneliner, kartun, karikatur, dan foto-foto lucu. Juga tontonlah film2 komedi, pertunjukan lawak, stand up comedy,  dan seminar segar.
Kedua,  ganti segera para penasihat ahli maupun juru bicara Anda dengan orang-orang “gila” seperti Abunawas, Nazruddin Hoja, Safei Ma’arief, Prof Sahetapy, Soegeng Saryadi, Effendy Gazali, Sukardi Rinakit dan banyak lagi lainnya....
Niscaya....Anda akan muncul sebagai manusia baru yang lebih rileks, percaya diri, dan apa adanya....ya...niscaya Anda akan tampil sebagai pribadi yang semula maaf, menyebalkan, menjadi pribadi yang pasti lebih menakjubkan!
 
Materi diskusi peran karikatur sebagai media komunikasi politik - Harian Umum Sinar Harapan, 1 Juli 2011, di Jakarta.

Darminto M Sudarmo, pemerhati humor, lawak dan kartun.

Toko Lucu

Amazon.com ArtStore Camera & Photo Store Mp3 Store Office Products Store Kindle Store Sports & Outdoors Store Health & Personal Care Store Home & Garden Store Grocery Store Magazine Subscriptions Store Software Store Shoes Store Tools & Hardware Store Kitchen & Housewares Store Industrial & Scientific Store Jewelry Store Video On Demand Videos Store Gourmet Food Store Watches Store Beauty Store Computer Store Cell Phones & Service Store Electronic Store Automotive Store Apparel & Accessories Store DVD Store Miscellaneous Store Wireless Accessories Store KOKKANG Store

$value) { if (strpos($param, 'color_') === 0) { google_append_color($google_ad_url, $param); } else if (strpos($param, 'url') === 0) { $google_scheme = ($GLOBALS['google']['https'] == 'on') ? 'https://' : 'http://'; google_append_url($google_ad_url, $param, $google_scheme . $GLOBALS['google'][$param]); } else { google_append_globals($google_ad_url, $param); } } return $google_ad_url; } $google_ad_handle = @fopen(google_get_ad_url(), 'r'); if ($google_ad_handle) { while (!feof($google_ad_handle)) { echo fread($google_ad_handle, 8192); } fclose($google_ad_handle); } ?>